Shieny Aprilia, Co-Founder Agate Studio Berbagi Banyak Cerita tentang Akarmaut: Rootmare dan Game Indie
Shieny Aprilia, Co-Founder dan CEO Agate, Berbagi Cerita tentang Akarmaut: Rootmare dan Pengembangan Game Indie Lokal.
Baru-baru ini, Agate telah mengumumkan rencana peluncuran game terbarunya, Akarmaut: Rootmare, pada acara Baparekraf Game Prime 2024. Shieny Aprilia, kemudian membahas lebih lanjut tentang game tersebut dan juga memberikan komentar serta saran tentang perkembangan game indie di Indonesia.
Pada acara Game Prime 2024 yang digelar di Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat, Sabtu lalu, Shieny Aprilia, Co-Founder Agate Studio, berbagi banyak informasi tentang game terbaru mereka, Akarmaut: Rootmare, serta memberikan pandangannya tentang industri game indie di Indonesia.
Akarmaut: Rootmare Diluncurkan dengan Dua Nama yang Berbeda untuk Pasar Lokal dan Internasional
Menurut Shieny, game ini sebenarnya memiliki dua nama yang berbeda, yaitu Akarmaut untuk pasar Indonesia dan Rootmare untuk pasar internasional. Ia juga menjelaskan bahwa Akarmaut: Rootmare adalah game yang menggabungkan elemen psychological-thriller dan horor dengan sentuhan estetika yang indah.
“Sebenarnya, game terbaru kami memiliki dua nama. Di Indonesia, kami menyebutnya Akarmaut, sedangkan untuk pasar internasional, kemungkinan besar akan menggunakan nama Rootmare.”
“Game ini sebenarnya merupakan perpaduan antara psychological-thriller dan horor. Namun, yang ingin kami tawarkan melalui Rootmare atau Akarmaut adalah horor yang indah. Jadi, kita bisa menyebutnya beautiful horror. Inspirasi kami datang dari film-film atau media lain yang sudah terkenal, yang memiliki tema serupa.”
“Jadi, game ini memiliki nuansa horor, tapi dengan tampilan yang indah dan menarik, sehingga menciptakan kesan yang creepy. Menurut kami, di industri game, masih ada banyak pasar yang belum terjangkau, atau underserved markets, yang masih memiliki permintaan akan game dengan tema seperti ini. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk membuat game ini” ujarnya.
Saat memproduksi Akarmaut: Rootmare, tim Agate menghadapi beberapa tantangan ketika menggunakan Unreal Engine sebagai mesin game mereka
Dalam proses pembuatan Akarmaut: Rootmare, tim Agate memilih menggunakan Unreal Engine sebagai mesin game. Namun, Shieny mengungkapkan bahwa timnya menghadapi berbagai tantangan saat menggunakan Unreal Engine dalam mengembangkan game tersebut.
"Kami menghadapi beberapa tantangan saat menggunakan Unreal Engine. Pertama, sumber daya pembelajaran untuk Unreal Engine masih belum sebanyak yang ada untuk engine lainnya. Oleh karena itu, tim kami harus bekerja lebih keras untuk menyelesaikan masalah yang muncul."
"Namun, di sisi lain, tim kami di Agate Academy juga berusaha untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan meningkatkan kemampuan pembelajaran. Sebagai contoh, salah satu anggota tim kami telah menjadi Unreal Authorized Instructor sejak tahun lalu. Dan awal tahun ini, Agate Academy menjadi Unreal Authorized Partner, sehingga kami dapat menjadi trainer untuk studio-studio lain yang ingin mengadopsi Unreal Engine."
"Dengan demikian, kami berharap dapat membantu tidak hanya tim internal kami, tetapi juga studio-studio lain yang ingin menggunakan Unreal Engine di masa depan," ujarnya.
Menurut Shieny, game Akarmaut: Rootmare akan menampilkan unsur-unsur kebudayaan Indonesia, namun dengan cara yang lebih subtil dan tidak terlalu mencolok. Unsur-unsur tersebut akan disajikan dengan cara yang lebih halus dan tidak terlalu kentara, sehingga pemain dapat menikmati pengalaman bermain yang lebih matang.
"Sebenarnya, ada cukup banyak unsur Indonesia di dalam game Akarmaut: Rootmare. Misalnya, ada grafiti-grafiti yang menggunakan Bahasa Indonesia. Namun, unsur-unsur tersebut tidak akan ditampilkan secara eksplisit, melainkan lebih halus dan subtle."
"Jadi, elemen-elemennya akan disajikan dengan cara yang lebih halus, tapi masih membuat pemain Indonesia merasa bahwa game tersebut dibuat oleh orang Indonesia. Dengan demikian, kami berharap bahwa budaya Indonesia dan identitas Indonesia akan semakin dikenal di kancah internasional," tambahnya.
Saat ini, game Akarmaut: Rootmare hanya tersedia di platform Steam, demikian kata Shieny
Meskipun saat ini game Akarmaut: Rootmare hanya tersedia di Steam, Shieny mengatakan bahwa pihaknya sangat terbuka untuk mempertimbangkan peluang-peluang lain untuk memperluas jangkauan game tersebut. "Kita saat ini hanya ada di Steam, tapi kita sangat terbuka untuk kesempatan membawa game ini ke konsol. Kita memiliki tim yang ahli dalam porting game ke konsol, jadi kita berharap dapat segera mendapatkan kesempatan tersebut dan membuat Rootmare tersedia di berbagai platform," tambahnya.
Shieny membagikan pandangannya dan memberikan saran kepada para pengembang game indie di Indonesia
Ia mengaku terkejut dengan perkembangan game indie di Indonesia yang begitu pesat. Menurutnya, kini sudah banyak studio game yang memiliki kemampuan produksi dan kualitas yang meningkat.
"Sangat mengagumkan. Artinya, kita sudah berkecimpung di industri ini selama 15 tahun, dan saya tidak menyangka bahwa kita bisa berkembang secepat ini. Bahkan saya tidak menyangka bahwa kita bisa mencapai tahap ini, di mana studio game semakin banyak dan terutama di tahun ini, saya melihat kemampuan produksi dan kualitasnya telah meningkat secara signifikan," tambahnya.
Saat yang sama, ia juga menekankan pentingnya inovasi dalam produk game indie lokal agar dapat bersaing dengan studio game dan publisher besar di industri. Menurutnya, kunci kesuksesan terletak pada kemampuan menciptakan produk yang inovatif.
“Kuncinya sih, sebenarnya banyak ya yang dibutuhkan. Tapi yang paling kunci adalah ujung-ujungnya di inovasi di produknya sendiri.”
Karena menurutnya, gap developer Indonesia untuk urusan produksi dan eksekusi sudah nggak begitu jauh. Namun, keputusan untuk menentukan game yang dibuat inilah yang menurutnya cukup menjadi tantangan.
“Jadi, ketika menentukan mau bikin game apanya ini, yang menurut saya sih sangat kunci. Karena menurut saya, developer Indonesia itu sudah nggak terlalu ada gap yang besar banget dari urusan produksi dan eksekusi.”
“Tapi justru, menentukan game apa yang dibuatnya ini, yang kayaknya bukan cuma developer Indonesia saja, developer di mana-mana pun, cukup challenging lah. Karena itu kan dari nothing, terus kita tiba-tiba mau bikin game ini.”
“Jadi, ini perlu multidimensi lah kapabilitasnya, dari mulai bisnisnya, dan juga dari sisi game design, art, visual, juga secara visibility, secara teknisnya juga. Makanya, ujung-ujungnya itu lah. Karena itulah yang benar-benar kunci, dan kalau misalkan sudah bisa punya kapabilitas untuk menentukan produk yang tepat, harusnya sih hal-hal lainnya bisa mengikuti lah, dari sisi fundingnya atau menarik talent-nya.”
“Karena kalau misalkan produknya bagus, of course, nanti ada publisher atau investor yang bisa ikutan. Juga SDM-SDM, jika produknya meyakinkan dan secara bisnis visible karena misalnya ada budget-nya dan lain-lain, itu cukup mudahlah menarik SDM-nya,” tutup Shieny Aprilia
Sumber: GGWP